An Idols-Demam Korea

Categories

Muda-mudi sekarang (khususnya cewek) sebagian besar sedang mengalami demam Korea alias nge-fans berat dengan artis-artis Korea. Artis-artis tersebut, yang digandrungi cewek-cewek, adalah boys band (grup vokal) yang berwajah 'imut' katanya. Tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi duduk berjam-jam di dekat para Koreanaholic ini.
Ceritanya begini, tadi selesai kuliah iseng-iseng nge-net di komputer fasilitas fakultas. Sekedar browsing dan mengisi blog baruku. Nah, dari empat kompie yang tersedia hanya satu yang kosong di ujung. Mulailah aku online. Gak ada semenit tiba-tiba aku dikejutkan oleh pekikan cewek di sampingku. Awalnya kukira dia kesetrum atau apa. Ternyata dia sedang menjerit karena berhasil men-download poster artis kesayangannya yang berukuran 100mb. GILA!
Saking senengnya, ia terus-terusan memanggil namanya "Omai!" "Omai!........."
Sedangkan teman-teman satu genknya bekomentar "Ih, imut! Imut!"
Lalu meraka nyanyi bersama salah satu lagu boys band itu (mungkin lho karena aku sendiri hanya menerka-nerka). Kompak banget! Kayak paduan suara saja.
Itu berlangsung dari jam 11.00 sampai jam 2 siang sebelum akhirnya kutinggal ke mushola. Dalam hati aku hanya berpikir begini, "Apa mereka tidak ada kuliah?"
Jika memang tidak ada, sayang sekali jika waktu siang itu dihabiskan hanya untuk menonton video-video klip boys band, men-download ber-mega-megabyte wallpaper idola mereka, dan ngrumpi sana-sini membicarakan artis-artis Korea tsb. Bukannya lebih baik melakukan hal berguna lain, kuliah atau apa kek, daripada melakukan hal yang sia-sia seperti itu.

Tapi itu muncul spontan ketika berada dekat dengan fans club tsb. Namun ketika aku beranjak, aku mulai berpikir "Kenapa aku usil sekali mengurusi hobi orang?"
Bukankah menyenangkan memiliki sebuah hobi? Ada teman-teman yang memiliki hobi yang sama dan terbentuklah sebuah ikatan sosial diantara mereka. Mereka betah berjam-jam di depan komputer karena mereka sedang melakukan sesuatu yang mereka senangi. Belum tentu semua orang dapat memiliki kesempatan melakukan hobinya dan mempunyai teman untuk melakukannya bersama-sama. Contohnya, kuli bangunan, sopir angkot yang dikejar-kejar setoran, atau sales yang harus dikejar target penjualan. Mereka (Koreanaholic di sampingku) dari pada orang-orang tadi. Orang-orang tadi bahkan tidak memiliki waktu sejenak untuk istirahat atau tidur siang karena dikejar-kejar kebutuhan ekonomi. Jangankan untuk sekedar membelin pin artis idola, membeli kebutuhan sehari-hari saja sulit.

Di era social networking saat ini kita tidak bisa mudah mencari teman yang benar-benar kita kenal karena terbatas ruang dan waktu. Kita hanya bisa melihat wajah atau gambar yang mungkin saja bukan miliknya. Atau banyaknya kasus penyalahgunaan identitas melalui website-website penyedia layanan social networking oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga muncul semacam paranoid bagi sebagian orang untuk "berbagi" melalui layanan tsb. Jadi jika dipikir-pikir lagi, tidak sepenuhnya fenomena Koreanaholic ini merupakan kegiatan sia-sia belaka. Karena jika kita lihat dari sudut pandang lain, demam Korea ini dapat mengumpulkan orang-orang dari berbagai latar belakang yang berbeda menjadi satu wadah, memiliki topik pembicaraan yang sama, dan kompak.

Memang, seorang idola dapat menghimpun massa dari berbagai macam kalangan. Kita ambil contoh idola-idola sepanjang massa seperti Elvis Presley, Michale Jackson, atau dari negeri sendiri seperti Slank, Iwan Fals yang memiliki jumlah massa sangat banyak. Belum lagi fans club sebuah club sepakbola. Di Malang, Jawa timur saja ada sebuah stasiun radio yang khusus memutar musik-musik band indie bertema Aremania. Topik pembicaraanya pun seputar perkembangan club sepak bola Singo Edan tsb.
Mereka memiliki daya magnet yang sangat besar. Mereka bisa dimiliki oleh siapapun karena figur Elvis Presley, Michaele Jackson, Slank, Iwan Fals, atau idola-idola lainnya memang sengaja diciptakan untuk menjadi public figur. Siapapun boleh mengaku fansnya, membicarakannya, mengetahui biodatanya karena memang pada fitrahnya, manusia butuh seorang idola, seorang panutan, seorang pemimpin dalam hidupnya. Tinggal siapa yang kita pilih untuk menjadi idola atau panutan untuk mengisi ruang khusus idola di dalam jiwa kita. Apakah artis-artis terkenal, ataukah para nabi dan wali yang menjadi duta Tuhan untuk menyebarkan ajaran-ajaran agama di dunia?

Pada akhirnya kita bebas memilih siapa idola dan panutan kita. Karena setiap orang memiliki figur ideal yang berbeda-beda. Namun, bagaimanapun juga, segala sesuatu pasti ada takarannya. Makanan ada resepnya. Obat ada dosis pemakainnya. Dan hobi pun juga ada batasanya. Karena segala sesuatu jika melebihi batas tidak ada yang baik.

Telah diposkan pukul 22.05 Label . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar